Senin, 28 Mei 2012

UFC 146: Heavy Actions (Pun Intended)



Ketika mendengar kata heavyweights dalam konteks combat sport, orang akan berpikir mengenai para raksasa bertarung secara all-out dengan sedikit strategi yang bisa membuat pertandingan menjadi membosankan. Pertandingan biasanya diwarnai oleh jual beli serangan dan KO highlightsAnd tell you what? These are what you'll get for see UFC 146.


Stefan Struve vs Lavar Johnson

Setelah memenangkan pertandingan melawan Pat Barry pada UFC On Fox 3 21 hari yang lalu, Lavar Johnson memasuki pertandingan pembuka UFC 146 ini dengan penuh rasa percaya diri. Namun kepercayaan dirinya itu nampaknya tidak berbanding lurus dengan kemampuan bertarung di dalam Octagon, setidaknya pada pertandingan ini. Meski sempat memojokkan Struve di dinding Octagon dengan clinch, Struve menarik Johnson kedalampull guard dan menguncinya dengan overhook armbar. Lavar Johnson menyerah begitu Struve memutar tubuhnya karena putaran tersebut membuat lengan Johnson terkilir. Pertandingan ini selesai dalam waktu kurang dari 2 menit.


Shane del Rosario vs Stipe Miocic

Ronde pertama dari pertandingan kedua diwarnai oleh jual beli striking antara dua petarung muda yang saat itu belum terkalahkan. Meski sama-sama mengandalkan striking, del Rosario dan Miocic memiliki tipe striking yang sedikit berbeda; jika del Rosario mengandalkan power strike yang berpotensi untuk mencederai lawan dengan satu pukulan, Miocic merupakan striker yang mengandalkan kombinasi serangan untuk menekan dan menciptakan celah dalam pertahanan lawan. Di ronde pertama del Rosario berkali-kali melancarkan tendangan ke pinggang  dan straight kiri andalannya ke wajah Miocic. Tidak mau kalah, Miocic melancarkan rentetan pukulan dan tendangan ke del Rosario. Meski keduanya nampak seimbang, dan Miocic sempat melancarkan satu slam takedown, namun pada 5 menit pertama del Rosario adalah petarung yang lebih baik. Beberapa kali serangannya membuat Stipe Miocic kehilangan keseimbangan. Namun memasuki ronde kedua situasi berbalik drastis. Miocic mendominasi del Rosario dengan kombinasi serangan yang kuat lalu kemudian menjatuhkannya melalui sebuah single leg takedown. Setelah menjadikan del Rosario bulan-bulanan lewat serangan sikutnya yang brutal, diperparah dengan ground defense del Rosario yang nampak payah, Stipe Miocic memenangkan pertandingan penuh darah (darah del Rosario) yang sangat menarik untuk ditonton ini melalui technical knockout. 9-0 untuk Stipe Miocic, 11-1 untuk Shane del Rosario

Roy Nelson vs Dave Herman

Orang berhak untuk berpendapat tentang Roy Nelson, namun sepertinya opini negatif yang tidak objektif sebaiknya disimpan terlebih dahulu sampai pertandingan berikutnya karena pada pertandingan ini Roy Nelson nampak sangat impresif. Dalam waktu 51 detik di ronde pertama ia berhasil meng-KO Dave Herman melalui satu haymaker ke rahang Herman. Kekuatan pukulan Nelson terlihat dari tubuh Herman yang terduduk dan berputar 180 derajat setelah dihantam oleh Big Country. Selain ketahanannya yang luar biasa ada satu hal lagi yang tidak bisa dipungkiri dari Nelson: kekuatan pukulannya. Selalu menyenangkan rasanya saat kita melihat pertandingan berakhir dengan satu serangan. Ketika hal tersebut dilakukan oleh seorang petarung kelas berat, kesenangan akan bertambah dua kali lipat. Karena memang itu kekuatan yang semestinya dimiliki oleh petarung kelas berat elit di UFC.

Cain velasquez vs Antonio “Bigfoot” Silva

Banyak kesamaan yang muncul ketika Bigfoot dipromosikan untuk membintangi co-main event melawan Cain Velasquez. Keduanya adalah penghancur bintang; Velasquez membantai Brock Lesnar layaknya seorang penjagal menghabisi seekor babi pada ronde pertama, Bigfoot menghancurkan apa yang tersisa dari aura mistis seorang Fedor Emilianenko . Pada pertandingan terakhir masing-masing, keduanya dikalahkan secara dominan oleh seorang Junior Dos Santos dan Daniel Cormier yang sekarang menjadi penguasa kelas berat di UFC dan Strikeforce. Bagi  Velasquez, kemenangan di pertandingan ini adalah penebusan dosa atas kekalahan memalukan dari Junior Dos Santos pada UFC On FOX sekaligus kesempatan emas untuk menempatkan dirinya di peta persaingan divisi kelas berat UFC. Bagi Bigfoot, ini adalah kesempatan kedua dan pembuktian bahwa dirinya memang pantas berada di liga elit dunia yaitu UFC setelah disishkan secara telak oleh Daniel Cormier, sang pemain cadangan, pada Strikeforce Heavyweight Grand Prix.

Kalau ada sesuatu yang diajarkan oleh mitos sejak Februari adalah tren dimana petarung dengan keunggulan jangkauan signifikanlah yang memenangkan pertandingan. Benson Henderson, Jon Jones, Nate Diaz, dan Stefan Struve; semua memiliki keunggulan jangkauan yang signifikan dibanding lawan-lawannya. Lalu, apakah mitos kontemporer itu berlaku di pertandingan antara Velasquez melawan Bigfoot? Sama sekali tidak. Velasquez mendominasi Bigfoot setelah dia menjatuhkan Bigfoot melalui single leg takedown. Apa yang terjadi adalah penjagalan penuh darah yang lebih mengerikan dari Velasquez vs Lesnar. Bigfoot diperlakukan seperti bayi pada pertandingan ini, sama sekali tidak ada perlawanan dari sang raksasa melawan ground offense dan stamina Velasquez yang sangat luar biasa. Ground offense, pressure, dan stamina Velasquez yang luar biasa melawan ground defense Bigfoot yang payah (cukup mengejutkan apabila kita membandingkan ground defense Bigfoot pada pertandingan ini dengan pertandingan-pertandingan terdahulunya). Hasilnya tidak susah ditebak. Sebuah pernyataan telah dibuat pada malam 26 Mei 2012 waktu Amerika Serikat: Cain Velasquez is back on track.

Frank Mir vs Junior Dos Santos

Terus terang kekecewaan yang tidak ringan melanda diri saya ketika Alistair Overeem mendapat sanksi berupa larangan bertanding selama 9 bulan sampai dengan Desember 2012 karena kasus level testosteron oleh Komisi Atletik Negara Bagian Nevada. Setelah Frank Mir dipilih untuk menjadi penggantinya, saya tidak bisa menahan diri untuk tidak merasa skeptis akan peluang sang veteran. Memang Mir memiliki ground game yang jauh lebih bagus ketimbang dan variasi striking yang lebih variatif ketimbang Dos Santos, namun aura Dewa pukulan Dos Santos ini sama seperti saat Royce Gracie merajalela di hari-hari pertama UFC. Memang sejauh ini dia hanya punya satu strategi permainan namun, laksana Dewa dalam mitologi, dia laksana kebal dengan bersenjatakan satu kemampuan yang maha dahsyat. Secara strategis, peluang terbesar Mir untuk memenangkan pertandingan ini adalah dengan mengajak Dos Santos bergulat di bawah. Namun, apakah hal tersebut mungkin untuk diterapkan? Tentu saja ya, tidak ada petarung MMA yang berdiri untuk selamanya. Tapi keruntuhan hegemoni Junior Dos Santos tidak terjadi sekarang. Upaya Mir untuk menjatuhkan Dos Santos  tidak berjalan. Dos Santos memaksa Mir untuk melakukan stand-up fighting yang terlihat sangat timpang. Meskipun keduanya bermain secara hati-hati, Mir terlihat tidak berdaya disini. Selain sering tidak mengenai tubuh sang juara, serangan Mir tidak mempengaruhi Junior Dos Santos. Pada ronde pertama swing kanan sang Juara menghantam bagian samping wajah Mir dan membuatnya sempoyongan. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Dos Santos yang menghajar Mir dengan kombinasi pukulan. Meski tidak berhasil memecah pertahanan Mir, Dos Santos memojokkan Mir ke dinding Octagon. Mujur Mir berhasil selamat melalui ronde pertama yang sangat berat sebelah ini. Sebagai tambahan, Dos Santos nampak ingin menggarisbawahi kemampuan bertinjunya. Tidak sekalipun ia melakukan tendangan, takedown, atau clinch kepada Mir. Kombinasi bertinju Dos Santos; gabungan kombinasi power punch dahsyat ke wajah dan abdomen, yang dilancarkan ke Mir menjadi suatu pernyataan akan aura kedewaan yang ada pada diri sang juara.

Memasuki ronde kedua, tempo permainan permainan tidak terlalu banyak berubah. Dos Santos tidak melakukan pembantaian sepihak seperti yang dilakukannya sangat menghadapi Roy Nelson, Mir tetap tidak melakukan serangan yang berarti. Turning point pertandingan ini terjadi saat satu pukulan dari Dos Santos menghantam sisi wajah Mir dan menjatuhkannya. Mir memang tidak selesai disitu, namun pola permainannya menjadi benar-benar kacau. Pukulan tadi pasti berdampak besar pada isi kepalanya, dan yang lebih mengesankan; Dos Santos tidak bergumul dengan Mir, tahu akan kehebatan ground game Mir, dan berkata "get up" kepada lawannya yang sedang sangat kepayahan. Talk about insult to injury. Tidak lama kemudian sebuah straight kanan mengenai mata kanan Mir. Yang terjadi selanjutnya adalah ground and pound, dan insult to injury hammerfist yang mengakhiri pertandingan dengan untuk kemenangan Junior Dos Santos.

Do we all surprised? Guess not. Sudah jadi rahasia umum bahwa kemungkinan Mir untuk melakukan stand up fighting dengan Dos Santos adalah tipis ke tidak ada. Dengan kemenangannya atas Mir, Dos Santos menambah daftar petarung heavyweight elit yang sudah takluk oleh kedua tangannya yang sangat eksplosif. Mengomentari ke-satu-dimensian Rousimar Palhares pada pertandingannya melawan Alan Belcher di UFC On FOX 3, hal yang sama juga berlaku bagi sang juara kelas berat. Junior Dos Santos tidak mungkin hanya mengandalkan kemampuan bertinju dan kedigdayaan pukulannya untuk bertahan di ranah MMA yang selalu berkembang ini. Namun hingga saat ini kemampuan bertinju dan kedigdayaan pukulan Cigano, ditambah dengan takedown defense yang mumpuni, mampu membawanya ke strata tertinggi divisi terberat UFC. There's more in MMA than just boxing, but there's no one who can take the heavyweight title from Junior Dos Santos for now. Mungkin akan tiba saatnya dimana petarung yang lebih komplit dari Junior Dos Santos akan mengambil sabuk emas darinya, namun entah kapan hari dimana hal tersebut akan terjadi. Yang jelas bukan saat ini, dimana kedewaan Dos Santos membawanya ke puncak rantai makanan divisi kelas berat UFC dan memberi harapan kepada banyak sekali bocah yang terlahir kurang beruntung di favela termasuk Breno Do Carvalho, bocah 9 tahun, yang untuk pertama kalinya naik pesawat, melakukan perjalanan ke luar negeri, dan menyaksikan temannya mempertahankan gelar kelas berat UFC.


Kesimpulan
Overall, UFC 146 adalah event mma yang sangat menarik dan melebihi ekspektasi saya akan bagaimana event ini bakal terjadi. Memang beberapa pertandingan menjadi tidak semenarik seharusnya setelah Alistair Overeem diskors, namun mereka tetap tidak mengecewakan. Para pemenang tidak bertarung secara membosankan, dan kemenangan mereka akan menjadi bahan perbincangan sampai beberapa waktu kedepan.

Rabu, 09 Mei 2012

UFC On FOX 3: Diaz Vs Miller


UFC On FOX 3: Diaz Vs Miller is in the book. Event ketiga dari kolaborasi tujuh tahun antara UFC dan FOX ini memiliki warna yang sedikit berbeda dari dua acara sebelumnya; UFC On FOX 3 tidak memiliki star power sebanyak UFC On FOX 1 dan 2. Yang bertanding disini memang merupakan petarung menengah keatas, namun tidak memiliki reputasi dan daya jual sebesar petarung-petarung UFC On FOX 1 dan 2 semacam Junior Dos Santos atau Chael Sonnen. Mungkin UFC sudah sadar dan tidak terlalu menandingkan bintang untuk disiarkan secara cuma-cuma. Berikut ulasan saya akan pertandingan-pertandingan di UFC On FOX 3:

Pat Barry vs Lavar Johnson

Event UFC On FOX 3 dibuka dengan pertandingan antara Pat Barry dan Lavar Johnson. Ketidak konsistenan Barry terlihat sekali pada pertandingan ini. Setelah berhasil memukul jatuh Johnson yang dilanjutkan oleh half guard dan ground and pound, Barry tidak bisa menyelesaikan Johnson. Ini dimanfaatkan oleh Johnson yang kemudian melepaskan diri dari ground control Barry dan menghajarnya dengan kombinasi pukulan yang dahsyat. Lavar Johnson memenangkan pertandingan ini melalui TKO pada ronde pertama. Terus terang, Pat Barry tidak seharusnya berada di UFC. Send him to Strikeforce or elsewhere.

Rousimar Palhares vs Alan Belcher

Di MMA, banyak cara untuk menang. Cara-cara tersebut harus dikuasai hingga tahap tertentu untuk menciptakan keseimbangan kemampuan bertarung. Striking, clinch, takedown, ground control, ground and pound, submission, defense, dan masih banyak lagi hal yang harus dikuasai secara berimbang oleh petarung MMA. Kenapa keseimbangan itu penting? Karena kita tidak bisa menebak secara persis reaksi lawan akan strategi permainan kita. Seandainya kita melakukan strategi A, dan lawan mengantisipasinya dengan B, maka kita harus menggunakan strategi B atau C untuk meng-counter-nya. Hari dimana petarung bisa mencapai puncak kompetisi menggunakan satu strategi seperti Royce Gracie atau Mark Coleman telah berakhir. Hibridasi dan penyempurnaan semua lini adalah yang terpenting saat ini. Itulah mengapa petarung seperti Jon Jones bersinar dengan cerahnya di tahun 2012. Karena ia memiliki tekhnik yang amat sangat mumpuni di semua lini. Namun ironisnya, ini bukan kasus untuk Rousimar Palhares. Dalam pertandingannya melawan Alan Belcher, Palhares menunjukkan strategi permainan satu dimensi dan mudah ditebak. Semua orang tahu betapa mengerikannya kuncian kaki Palhares…tahu dengan amat baiknya sehingga mereka tahu cara mengatasinya. Begitu lepas dari kuncian kaki Palhares, Belcher mampu memposisikan dirinya ke posisi menghimpit (mounted posision) dan menghajar Palhares dengan ground and pound brutal untuk mendapat kemenangan TKO pada ronde pertama

Johny Hendricks vs Josh Koscheck

Untuk petarung yang memiliki latar belakang gulat, pertandingan antara Johny Hendricks melawan Josh Koscheck bukan merupakan pameran kemampuan bergulat keduanya. Malahan, Hendricks melawan Koscheck merupakan ajang jual beli pukulan. Dalam pertandingan ini Hendricks  dan Koscheck menunjukkan striking skill yang sangat bagus. Keduanya bertarung secara agresif dan menarik. Baik Koscheck maupun Hendricks sama sekali tidak bermain hati-hati, mereka bertarung dalam pertandingan yang ketat dan all-out. Namun dalam urusan stand-up fighting, striking skills Hendricks berada setingkat diatas Koscheck. Pukulan Hendricks begitu akurat, cepat, dan bertubi-tubi dengan kombinasi yang bagus bagaikan senapan mesin. Koscheck sendiri bukan striker yang jelek, sebagaimana yang ia tampilkan di pertandingan ini, namun pukulan Koscheck nampak kurang akurat dan kurang banyak dilancarkan. Ini terlihat juga dari total jumlah 91 pukulan yang didaratkan Hendricks dibandingkan dengan 59 pukulan oleh Josh Koscheck. Wajah Koscheck berkali-kali menjadi bulan-bulanan swing, jab, dan uppercut Hendricks. Mata Koscheck yang sempat cedera karena pertandingannya melawan GSP kembali bengkak dalam pertandingan ini. Dalam sedikit sekali takedown attempt yang terdapat di pertandingan ini, hanya satu yang berhasil masuk; takedown oleh Koscheck pada penghujung ronde 3. Seandainya Koscheck mampu mengungguli Hendricks saat berada pada full guard, mungkin pertandingan ini akan lain ceritanya. Namun seperti yang terjadi, hingga ronde tiga berakhir Hendricks mampu bertahan dari posisi Koscheck yang lebih dominan. Di akhir pertandingan Hendricks memenangi pertandingan yang sangat ketat ini melalui split decisions.

Nate Diaz Vs  Jim Miller
Excellence of execution by Diaz!

Kelakuan Diaz bersaudara (terutama Nick) memang menyebalkan. Namun secara objektif, kita tidak bisa menyangkal kemampuan bertarung keduanya. Sebagai yang kurang dikenal dari Diaz bersaudara, Nate menunjukkan gaya bertarung yang tidak kalah sangar dengan sang kakak. Dengan tubuh Nate Diaz yang tinggi dan jangkauan yang panjang, sudah alamiah apabila Jim Miller berusaha untuk melakukan clich dan takedown kepadanya untuk menetralisir keuntungan jaraknya. Namun, strategi tersebut tidak berjalan seperti yang diharapkan karena di pertandingan ini Diaz menunjukkan clinch defense dan clinch striking yang sangat bagus. Pada ronde 1 pertandingan menjadi milik Nate Diaz. Di ronde yang sama, hidung Miller berdarah karena kombinasi jab Diaz. Di ronde ini jua, Miller sempat memposisikan Diaz untuk kemudian memitingnya dengan rear naked choke. Namun Diaz berhasil melepaskan diri sebelum cekikan Miller masuk. Memasuki ronde kedua, pertandingan semakin dimiliki oleh Diaz. Diaz memanfaatkan jangkauannya untuk menghajar Miller yang Nampak kepayahan. Diaz juga beberapa kali mengejek Miller untuk mempengaruhi emosinya. Dan strategi itu berhasil, entah karena panas atau apa, Miller menaikkan tempo permainannya secara gegabah yang pada ujungnya dimanfaatkan dengan baik oleh Diaz yang melancarkan pukulan-pukulannya kepada Miller seperti yang terjadi saat flying knee Miller meleset dan disambut oleh swing Diaz. Pertandingan berakhir setelah Nate Diaz menarik Jim Miller kedalam pull guard, dan mencekiknya dengan single arm guillotine choke yang kemudian diteruskan oleh versi dua tangan dari guillotine choke. Posisi tubuh Diaz yang berada diatas kepala Miller saat mencekiknya dengan guillotine choke sangat tidak biasa. Menunjukkan ground control dan penguasaan akan Brazilian Jiu-Jitsu yang luar biasa. Miller akhirnya menyerah kalah kepada Diaz. Keputusan yang bagus mengingat Miller tertangkap kedalam guillotine choke Diaz dengan lidah tergigit. Siapa tahu apa kemungkinan terburuk baginya apabila dia keras kepala saat itu. Bagi Jim Miller, ini adalah pertama kalinya ia kalah melalui pemberhentian (TKO, KO, submission, technical submission). Rekornya masih bagus, tapi mungkin dia akan bertanding di papan tengah selama beberapa waktu kedepan. Bagi Nate Diaz, kemenangan technical submission atas Jim Miller ini memberikan posisi penantang utama Kejuaraan Kelas Ringan UFC kepadanya. Dia akan bertanding melawan pemenang dari pertandingan ulang antara Benson Henderson dan Frankie Edgar yang akan berlangsung musim panas ini, atau mungkin harus mempertaruhkannya terlebih dahulu dengan Anthony Pettis. Who knows? Posisi penantang utama yang didapatkan oleh Nate Diaz ini juga memiliki makna yang besar baginya dan nama baik Diaz bersaudara. Dengan kemenangan dan posisi yang telah didapatkannya ini, Diaz telah nyaris terlepas dari bayang-bayang sang kakak, Nick, yang selama ini memiliki karir yang lebih cemerlang dan jauh lebih dikenal. Selain itu, sportivitas yang ditunjukkan oleh Diaz kepada Miller setelah pertandingan berakhir menunjukkan bahwa mungkin perilaku Diaz bersaudara tidak sejelek yang dikira orang selama ini.

Overall, UFC On FOX 3 adalah stop-gap event yang bagus sebelum UFC 146 yang menampilkan main cards khusus kelas berat. UFC On FOX 3 adalah event yang solid dan menampilkan aksi yang cukup spektakuler (terutama Hendricks vs Koscheck dan Diaz vs Miller), namun tidak begitu memorable seperti 2 UFC On FOX sebelumnya.

UFC 145 Jon Jones Vs Rashad Evans: Pengukuhan the Bones Sebagai Petarung Light Heavyweight Terbaik



Akhirnya, setelah 3 bulan perang urat syaraf, pertandingan antara Jon Jones dan Rashad Evans telah menjadi bagian dari sejarah. Pertandingan untuk Light Heavyweight Championship UFC ini menjawab pertanyaan dan perdebatan yang sudah menumpuk di kalangan  penggemar mixed martial arts (MMA) di ppenjuru dunia. Forum-forum internet, media massa, bahkan obrolan ringan antara dua orang penggemar beladiri campuran ini tidak hentinya membahas "siapa yang lebih hebat antara Jon Jones dan Rashad Evans.

Animo penggemar MMA akan pertandingan antara kedua petarung kelas satu ini telah lama membara, sebelum Rashad Evans mengalahkan Phil Davis di UFC On FOX Evans Vs Davis pada bulan Januari silam untuk mendapatkan posisi penantang utama Light Heavyweight Championship UFC, tepatnya pada saat Rashad Evans harus mundur dari pertandingan melawan Jon Jones karena cedera ibu jari. Selain itu keduanya adalah anak asuh Greg Jackson; tokoh yang dianggap sebagai pelatih MMA terhebat di dunia dan telah mencetak banyak juara. Bahkan, Jon Jones dulu merupakan rekan berlatih Rashad Evans sebelum Evans meninggalkan Greg Jackson Academy untuk bergabung dengan Blackzillian. Praktis, selain Greg Jackson, Evans tentu merupakan sosok mentor bagi Jones. Ini terlihat dari kuda-kuda dan pose staredown Jones yang cukup mirip dengan Evans.

Bergabung di UFC dengan selisih waktu 3 tahun (Rashad Evans di 2005, Jon Jones di 2008), Jon Jones dan Rashad Evans telah menjelma menjadi dua petarung kelas satu di divisi kebanggaan UFC. Rekor kekalahan kedua petarung tersebut sangatlah bagus. Sebelum pertandingan mereka di UFC 145 keduanya hanya pernah kalah satu kali. Namun, terlihat perbedaan kualitas yang cukup mencolok antara keduanya. Sementara Rashad Evans lebih banyak memenangkan pertandingannya melalui unanimous decision, kemenangan Jon Jones diwarnai oleh TKO, KO, dan submission melalui cekikan yang taktis cepat serta brutal. Tak ayal hampir seluruh forum MMA sepakat bahwa Jon Jones adalah petarung yang lebih baik diantara keduanya dengan perbedaan level yang cukup signifikan. Demikian pula dengan polling yang diadakan UFC sesaat sebelum pertandingan Jones melawan Evans, Jones mendapatkan 63% presentase kemungkinan menang sedangkan Evans hanya 37%. Sebagai gambaran lain akan perbedaan kualitas keduanya, Rashad Evans kalah KO dalam pertandingan melawan Lyoto machida, sedangkan, menghadapi lawan yang sama, Jones memenangkan pertandingan melalui technical submission.

Namun, pertandingan keduanya di UFC 145 ternyata tidak seperti yang dibayangkan. Jon Jones tidak mendominasi lawan secara brutal seperti pada pertandingannya melawan Stephan Bonnar atau Lyoto Machida. Rashad Evans memaksa Jon Jones bermain hati-hati. Pada ronde satu dan dua permainan dimiliki oleh Rashad Evans. Pertahanannya yang solid dan footwork yang lincah memaksa Jones untuk bertukar jab dan strike. Evans bahkan bisa memasukkan tendangan ke kepala dan pukulan ke wajah Jones. Namun memasuki ronde ketiga, permainan jatuh ke tangan Jones. Ia bisa membaca strategi Evans, dan menemukan celah di pertahanan Evans yang sebenarnya sangat rapat namun terlihat kendor dihadapan striking Jones. Bahkan, ia bisa memposisikan dirinya untuk kemudian melancarkan serangan sikut andalannya yang sangat mematikan. Ronde keempat dan kelima penuh dengan badai pukulan, sikutan, dan tendangan yang selalu bisa menembus pertahanan Evans. Striking Jones berkali-kali mendarat ke wajah dan anggota tubuh Evans lainnya, sedangkan ketika Evans menguasai pola permainan pada ronde pertama dan kedua sedikit sekali serangan efektifnya mendarat di tubuh Jones. Selain tekhnik dan kepandaiannya dalam menentukan jarak, hal ini tidak lepas jua dari jangkauan Jones yang luar biasa panjang; 215 cm, jangkauan terpanjang dalam sejarah UFC. Bila seseorang yang tidak mengetahui latar belakang Jon Jones menonton pertandingan ini, ia pasti berasumsi bahwa Jon Jones memiliki latar belakang muay thai atau kickboxing. Padahal sebenarnya Jones memiliki latar belakang gulat. Opini awam tersebut adalah salah satu bukti betapa bagusnya striking Jones. Setelah lima ronde, Jon Jones memenangkan pertandingan secara unanimpus decision dengan skor 49-46, 49-46, dan 50-45; pertama kalinya Jon Jones mencapai ronde lima dan pertama kalinya Jon Jones memenangkan pertandingan kejuaraan melalui decision.



Kemenangan Jon Jones atas Rashad Evans merupakan bukti bahwa yang paling menakutkan dari Jon Jones bukanlah variasi tekhnik dan kebrutalannya, namun kemampuannya untuk mengerti strategi lawan dan memposisikan lawan di tempat yang diinginkan Jones. Kemampuan Jones untuk beradaptasi dengan gaya permainan Evans dan akurasi serangannya dalam mencari celah di antara pertahanan Evans adalah kunci kemenangan the Bones. Selain itu Jon Jones juga diberkahi fisik yang menjadikannya tanpa tanding. Dengan lengan dan kaki sepanjang itu, ia tidak akan mengalami masalah dengan jangkauan. Selain itu dagu Jones juga kuat. Terbukti ia menerima dua serangan Rashad Evans, yang mematikan, dan masih melenggang kangkung seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Rashad Evans sendiri SAMA SEKALI bukan petarung yang jelek dan apabila dia bisa mempertahankan performanya, dia akan menutup karir sebagai salah satu pertarung terbaik UFC. Namun jelas Jon Jones berada di level yang berbeda dari petarung-petarung di divisi light heavyweight lainnya. Dengan kemenangannya atas Rasahd Evans, Jones bergabung dengan Frank Shamrock, Tito Ortiz, dan Chuck Liddell sebagai petarung light heavyweight yang sukses mempertahankan gelar sebanyak empat kali. Dan secara kualitas, Jon Jones berada diatas ketiganya.